Bangsa Jerman adalah sebuah bangsa yang mau bekerja keras, berpikir realistis, memandang penting hal praktis dan bangsa yang tidak suka membual, kelebihan-kelebihan tersebut juga terefleksikan dengan gamblang dari adat istiadat pernikahan mereka Dalam memilih pasangannya orang Jerman memiliki cara unik. Sebagai contoh di daerah Bonn, anak muda menaksir seorang gadis, maka pada tanggal 30 April atau 1 Mei meletakkan sebatang pohon white oak di depan rumah si gadis. Jikalau sang gadis merasa tertarik dengan pemuda itu, dia akan meletakkannya di dalam ruang tamu rumahnya. Si pemuda setelah mengetahuinya, dengan segera menghadiahi sebuah cincin permata, sang gadis menerima cincin tersebut dan mencium mesra si jejaka, untuk menyatakan rasa terima kasihnya dan menerima cintanya. Ketika kedua belah pihak merasa cocok satu sama lain dan merasa tak dapat dipisahkan satu sama lain, maka mereka saling menghadiahi sebuah cincin perak sebagai pertanda pertunangan. Sewaktu melangsungkan pesta pernikahan, kedua pihak saling memberi cincin emas, menandakan cinta kasih mereka murni bagai emas untuk selamanya. Di arah barat laut kota Berlin terdapat sebuah kota kecil bernama: Hirschberg, karena seluruh penduduk menggandrungi kompetisi catur, mendapat julukan sebagai “Kota Catur”. Di tempat tersebut, bagi yang ulung dalam bermain catur, sangat dihormati orang. Para pemuda ketika hendak menyatakan cinta kepada seorang gadis, mereka berupaya membekali dirinya dengan seni catur, dengan harapan akan memperoleh perhatian dari sang gadis. Jika seorang jejaka hendak menyatakan cinta kepada seseorang, maka dikirimnya surat kepada nona tersebut, berharap bisa diberi peluang bertanding catur dengan ayah si gadis. Jikalau sang gadis bereaksi positif terhadap si pemuda, disepakatilah waktu bagi si pemuda untuk bertandang ke rumahnya. Pada saat si jejaka bertanding dengan calon “Juragan mertua”, si gadis dengan seluruh keluarganya pada menyaksikan dari samping. Si jejaka mengeluarkan seluruh jurus simpanannya dan “Juragan mertua” menghadapinya dengan serius. Setelah melalui beberapa gebrakan, akhirnya si jejaka yang menang, si “Juragan mertua” selain tidak akan marah, malah mengucapkan selamat. Maka sang perjaka akan menerima pelayanan istimewa dari seluruh anggota keluarga, urusan percintaanpun dengan demikian telah berhasil dengan sukses besar. MENCARI JODOH BERMALAM 40 HARI DI HOTEL – MUDA MUDI LAJANG DATANG BERKUMPUL MENGADAKAN PERTEMUAN Di atas pulau Fuhr, terdapat sebuah hotel dengan fasilitas nan mewah, khusus bagi muda-mudi lajang, terdapat fasilitas dengan tujuan menyediakan peluang kebersamaan bagi mereka yang malu membuka mulut, orang yang mendaftarkan dirinya pada hotel tersebut diharuskan memiliki persyaratan kepribadian setia, jujur dan terkenal reputasi baiknya serta masih membujang, waktu menginap maksimal 40 hari. Dalam rentang waktu tersebut, petugas hotel menggunakan berbagai peluang agar muda-mudi bisa saling bertemu dan saling berkenalan. Pengguna hotel juga bisa melalui telepon dalam kamarnya menyatakan cintanya kepada si orang asing, agar terhindar dari situasi salah tingkah jikalau ditolak apabila bertatapan muka langsung. Banyak orang selama menginap di hotel tersebut, berhasil mencapai tujuan memperoleh jodohnya. SANG GADIS MEMBUAT VIDEO CLIPS PELAMARAN – TENTU SAJA TANPA CELA Memilih pasangan melalui video sangat digemari oleh putri-putri Jerman. Sebagian gadis itu karena berbagai sebab dalam masalah penyelesaian perkawinan eksis kesulitan, maka mereka mengeluarkan biaya untuk membuat sebuah video clips pelamaran. Di bawah pengarahan cermat sutradara dan kameraman, kelebihan si gadis dalam hal memasak, menjahit, tempat tinggalnya, paras dan bentuk tubuh serta ketrampilan ditampilkan secara hidup di atas layar. Meski adalah seorang gadis yang biasa-biasa saja, di atas layar bisa diubah menjadi gadis yang cantik dan menyenangkan. Sedangkan apa saja kekurangan si gadis, hanya suaminya yang paling jelas, sesudah menikah tentunya. MEMECAHKAN PIRING - PANCI UNTUK REJEKI, MALAM PENGANTIN TIDAK TENANG Pada daerah-daerah tertentu di Jerman, hingga sekarang masih mewarisi kebiasaan ritual pernikahan kuno tertentu, misalkan sebuah contoh di daerah Bonn yang masih nge-trend yakni ritual “Bude Abend” yang sebelum pernikahan membanting ember dan memecah piring. Sama halnya dengan situasi di negara Eropa lainnya, pemuda-pemudi Jerman kebanyakan di dalam gereja melangsungkan ritual pernikahan dan di rumah melangsungkan pestanya. Pihak lelaki menutup biaya untuk acara di gereja, daftar nama para tamu peserta pesta pernikahan kebanyakan ditentukan oleh mempelai wanita. Akan tetapi, pada kebanyakan situasi, orang tua pihak mempelai selalu berunding dengan besan mereka, masing-masing mengusulkan separo nama tamu, dengan begitu bisa menghindari munculnya hal tidak menyenangkan pada saat pesta berlangsung. Pesta pernikahan pada umumnya, daftar nama tamu biasanya termasuk anggota keluarga kedua keluarga, kawan kedua belah pihak orang tua, para teman mempelai pria dan wanita, secara garis besar ditentukan berdasarkan perbandingan yang setara. Di dalam suasana pesta yang khidmad, mempelai pria yang berbusana pakaian kebesaran yang keren dan bergandengan tangan dengan mempelai wanita yang bergaun putih, di bawah kawalan dari pengapit pengantin laki-perempuan, memasuki arena pesta pernikahan, para undangan menyatakan selamat kepada pengantin baru, kedua mempelai menyatakan rasa terima kasih kepada hadirin satu persatu. Secara tiba-tiba, suara “Ting ting tang tang” pecahan piring dan bunyi gaduh bantingan mangkuk, selain itu juga tiada henti, persis bagaikan suara petasan pada saat malam tahun baru Imlek. Ternyata, dengan mengikuti kebiasaan tradisional setempat, sebelum resmi nikah harus melangsungkan ritual membuang yang lama (sial) – menyongsong yang baru. Para undangan yang mengikuti acara pesta, setiap orang pada membawa aneka macam mangkuk pecah, piring retak, botol rusak dlsb. Di dalam ritual, orang-orang pada berlomba membanting piring dan memecah botol, silih berganti, suara gaduh tidak berhenti. Benda-benda rombeng yang dibawa dan dibanting para tamu berserakan di lantai, orang tua pengantin wanita dengan tersenyum simpul mengumpulkan pecahan benda-benda tersebut dan disapu menjadi satu dan dimasukkan ke dalam sebuah koper kulit-besi butut serta disulut dengan api di tengah halaman, para hadirin mengelilinginya sembari menyanyi dan menari, bersorak sorai dan berlompatan. Di dalam konseosi tradisional orang Tionghoa, pada masa pesta berpantangan memecahkan barang, konsepsi tradisional orang Jerman justru terbalik. Mereka menganggap dengan membanting dan melempar keras-keras, bisa membantu memperlai berdua menghapus kegundahan masa lampau dan menyongsong permulaan yang indah, di dalam perjalanan kehidupan yang panjang, sang suami-isteri bisa selalu mempertahankan asmara yang hangat, selama hidup tak berpisah hingga rambut memutih. Yang lebih menarik ialah, suami isteri pengantin baru tidak boleh menikmati malam pertama dengan tenangnya, melainkan berkonsentrasi penuh, dengan seksama memperhatikan keadaan sekeliling. Selalu saja ada tetangga kiri kanan yang secara berkala memecahkan seperangkat porselen, sesudah kedua mempelai itu mendengarnya, sebagai reaksinya diharuskan dengan segera memecah juga sebuah benda. Seolah-olah pihak lain memecah sebuah benda pecah-belah adalah mengucapkan selamat kepada mereka, maka mereka juga membanting sebuah porselin untuk menunjukkan rasa terima kasih.
0 comments:
Posting Komentar